Oleh: Mery
Novikawati S.Pd.M.Pd
Apa pasal
beliau menjadi pusat perhatian? Orang mengenal beliau sebagai CEO salah satu
Ojek Online yang terkemuka di republik
ini. Sehingga menjadi aneh dan ganjil untuk urusan pendidikan dipegang oleh
seorang anak muda yang latar belakang pendidikan dan pekerjaannya jauh dari
dunia kependidikan. Banyak masyarakat awam sampai yang tidak awam mengeluarkan
kalimat “wah besok kita belajarnya online
nih” , “PR dan tugas dikirim pake go send
nanti”, “kalau mau ke kantin pesan makanan kita pakai go food aja kali ya”, “ujian kita online juga nanti nih, ga perlu ke sekolah”, dan banyak lagi. Ya
itulah kalimat-kalimat yang entah merupakan do’a, ejekan, gurauan atau apalah
namanya yang ditujukan dengan diangkatnya Mas Nadim menjadi Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan slogannya “MERDEKA BELAJAR” yang menggantikan kedudukan
seorang profesor pada era sebelumnya.
Ternyata apa
yang dipesankan oleh orang-orang tua kita bahwa HATI-HATILAH BERKATA KARENA
PERKATAAN ADALAH DOA, menjadi benar adanya. Dengan kalimat-kalimat yang
diucapkan oleh banyak orang dan slogan Mas Menteri “MERDEKA BELAJAR”, ternyata
mungkin dianggap Tuhan menjadi sebuah doa yang diharapkan. Buktinya, sekarang
dengan mewabahnya COVID 19 di bumi Indonesia, aktifitas dan proses dunia
pendidikan berada diujung jari tangan (alias bergantung pada keyboard dan jari). Apakah ini sebuah
musibah atau berkah bagi dunia pendidikan? [wallahu alam bissawab]
Mari kita
bahas sisi berkahnya saja. Karena kita tahu pasti tentu lebih banyak sisi
negatifnya bagi dunia pendidikan khususnya dan bagi segala aspek kehidupan
umumnya. Kondisi COVID 19 ini mendatangkan berkah bagi dunia pendidikan, salah
satu berkahnya kita tinjau dari kemampuan pendidik dalam mengenal dan
menerapkan metode pembelajaran di kelas. Biasanya banyak para pendidik yang
kurang dan bahkan tidak memperhatikan atau boleh dibilang bersikap “emang gue
pikirin” dengan perkembangan metode pembelajaran yang berbasis ICT (information and communication technology).
Kalau diadakan survey, insya Allah
para pendidik tersebut memiliki perangkat technologi yang lumayan lengkap dan
bahkan canggih. Hari gini hanya segelintir pendidik yang tidak memiliki laptop atau notebook dan mungkin tak ada pendidik yang tidak memiliki smart phone.
Pada masa
sebelum COVID-19 muncul, semua perangkat technologi tersebut tidak terlalu
berperan dalam metode pembelajaran. Namun pada saat corona datang, Alhamdulillah perangkat yang tadinya
tidak maksimal penggunaannya dalam proses kegiatan belajar mengajar, sejak
status siaga, darurat, dan PSBB menjadi sangat berguna dan menjadi penting.
Tidak semua orang terpapar dan tertular
oleh virus corona, tapi begitu ada pengumuman seluruh siswa diliburkan, orang
se Indonesia raya mendadak auto
terdampak pembelajaran daring (dalam jaringan). Mereka adalah siswa, guru, dan orang
tua. Serentak secara nasional, pendidik
berlomba-lomba menggunakan perangkat teknologinya. Ada yang baru mengetahui
bagaimana cara belajar dengan metode daring, ada yang setengah paham menggunakan
metode online, dan ada yang sudah
mahir dan fasih bagaimana belajar dengan memanfaatkan teknologi canggih dengan
menggunakan aplikasi-aplikasi yang tersedia di dunia maya tersebut seperti aplikasi MO365, Google Form, Edmodo, Quizzis, Whatsapp,
Youtube, Google Classroom, Zoom Cloud, Webinar, Ruang Guru, Rumah Belajar dan
aplikasi lainnya yang bermunculan ketika si Corona tiba. Salah satu aplikasi
yang dilahirkan ketika Corona tiba adalah aplikasi yang dirancang oleh Kementerian
Agama RI yang diberi nama E-Learning
Madrasah. Kalau kita ingin mencermati lebih dalam, aplikasi-aplikasi daring
yang ada tersebut sebagian besar menggunakan model pembelajaran Discovery Learning, Inquiry Learning, Project Based Learning, Problem Based Learning, dan model
pembelajarannya yang terfokus kepada Student
Centre dan Literasi. Dalam hal ini siswa memang dituntut untuk lebih aktif
mencari, menggali, mengumpulkan dan akhirnya menganalisis atau bahkan
mengevaluasi informasi tentang materi secara mendiri dengan merujuk pada
berbagai sumber. Sehingga dengan proses tersebut muncullah pendapat dan keluhan
bahwa peserta didik dibebani oleh tugas yang segunung dan tiada henti-hentinya
setiap hari. (Wallahu ‘alam)
Lalu bagaimana dengan metode
pembelajaran daring yang simsalabim
abrakadabra ini diimplementasikan oleh para pendidik atau guru? Bagi yang
baru mengetahui dan setengah paham tentunya hal ini adalah menjadi sebuah
kendala yang harus dihadapi dan
dijalani. Karena hal ini adalah kegiatan
mendadak yang tidak direncanakan dalam kurikulum. Bagi beberapa guru, yang
melek teknologi dan paham dengan berbagai aplikasi-aplikasi daring tersebut
tentu saja cepat bereaksi dan memikirkan bagaimana melaksanakan pembelajaran
daring yang efektif, yang mencakup pelaksanaan pembelajaran ranah afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), dan psikomotorik
(keterampilan) secara terintegrasi sekaligus dari rumah masing-masing. Dalam
hal ini, tugas yang seharusnya dilakukan oleh Pendidik atau Guru dalam
menyampaikan dan mengembangkan ketiga ranah tersebut menjadi terbatas, maka peran
Orang tua sangat diharapkan untuk berperan sebagai Pendidik atau Guru kedua di
rumah. Jika selama ini kita mengenal istilah “Guru bisa jadi orangtua di sekolah”,
maka Orang tua pun tentu akan bisa menjadi guru kedua di rumah. (Alhamdulillah banyak Orang tua yang
menjerit dan mengeluh di media sosial untuk berperan sebagai Guru untuk
anak-anaknya di rumah. Kini baru dirasakan alangkah beratnya menjadi seorang
pendidik atau guru, yang sudah terbiasa menghadapi anak lebih dari satu)
Apa Saja Kendala yang Dihadapi dengan Menggunakan Metode Daring Ini?
Mari kita lihat kendala ini dari
beberapa sisi, orang tua, pendidik atau guru, peserta didik, dan perangkat.
Banyak orang tua yang mengeluh dan curhat
kalau tugas anak-anaknya banyak dengan Learn
From Home diberlakukan. Sesungguhnya hal ini adalah wajar karena
sebagaimana disebutkan di atas bahwa metode daring ini lebih memfokuskan kepada
peran aktif peserta didik untuk mengekslor informasi materi pembelajaran.
Selain itu masih adanya orang tua yang tidak memahami peran, beban, dan
tanggung jawab seorang guru ketika menjadi pengajar dan menjadi pendidik. Bahkan
beberapa orang tua mengaggap sekolah sebagai tempat penitipan di mana mereka
tak mau tahu pokoknya gurulah yang bertugas mencerdaskan anaknya. Padahal
hakikatnya guru adalah jembatan ilmu, namun madrasah utama tetaplah di rumah
dengan orang tua masing-masing sebagai gurunya. Alhamdulillah tak semua orang tua seperti itu, ada banyak juga orang
tua yang mendukung dan memaklumi jika memang tugas anaknya banyak, bukan karena
gurunya kemaruk atau SMS (senang
muridnya susah), tapi semata-mata sebagai kegiatan agar anak tetap sibuk di rumah
saat wabah melanda negeri tercinta ini.
Dari sisi guru, metode daring tentunya
mudah bagi guru yang muda, fresh graduate,
dan melek IT. Bagaimana dengan guru yang senior dalam usia? Jangankan untuk
mengoperasikan laptop menghidupkan laptop saja masih lupa harus menekan
tombol yang mana. Jikalaupun mereka memiliki smart phone, hanya dipakai buat nelpon dan mengirim pesan lewat WA
atau SMS dan sesekali bermedsos. Jangankan memakai aplikasi You Tube, metode
yang diajarkannya pun masih seratus persen menggunakan metode ceramah dan
mencatat. Lalu bagaimana dengan guru yang berada di daerah pelosok yang sulit
sinyal? Jangankan sinyal yang sulit didapat, air bersih untuk minumpun sangat
sulit untuk dicari. Tak jarang mereka harus memanjat pohon atau berada dilaut
lepas untuk mendapatkan sinyal. Karena daring ini adalah daring simsalabim maka segalanya pun harus simsalabim abracadabra. Dan semuanya ini
tentu harus dipahami jika guru tampil tak sempurna dalam mengajar secara
daring, karena guru-guru masih prematur dalam hal ini. Kita yakin setiap guru pasti
mengusahakan yang terbaik sebisa mungkin agar materi tetap tersampaikan walau
tidak maksimal seperti jika mengajar di dalam kelas. Karena sesungguhnya Guru
dan satuan pendidikan sudah mempunyai perencanaan dan target untuk pembelajaran
dalam kelas. Guru juga memiliki harapan anak-anak tetap belajar sesuai jadwal
dengan lebih fleksibel namun tetap terarah.
Dari sisi siswa, tentunya mereka akan
keberatan jika diberi tugas yang banyak. Wajar, apalagi jika diperuntukkan
untuk anak usia SD yang mereka masih suka bermain dengan temannya. Oleh karena
itu seorang guru harus pintar memilih bentuk dan metode penuugasan agar siswa
tidak jenuh dan merasa terbebani. Penugasan yang diberikan bukan hanya tentang
mengerjakan soal-soal dan latihan-latihan saja yang berbentuk kognitif karena ranah afektif, psikomotorik juga perlu dikembangkan. Adapun contoh
penugasan kognitif dan psikomotor yang dapat diberikan dalam
kondisi corona di dalam lingkup lingkungan rumah adalah dengan memberi tugas
ringan seperti membantu ibu memasak, membuat hand sanitizer dan disinfektan, membersihkan rumah, senam pagi,
membuat prakarya, dan bentuk lainnya. Berfikir kreatif dalam memberi penugasan
akan mengurangi rasa jenuh siswa semasa Learning
From Home. Karena sesungguhnya, jika dalam proses kegiatan belajar di
sekolah kebanyakan anak juga merasa lelah jika semua mata pelajaran disajikan
monoton tanpa kreatifitas apalagi dalam situasi wabah ini.
Sedangkan dari sisi
perangkat yang dimiliki untuk mendukung metode daring ini sudah pasti banyak
keterbatasan dan benturan. Salah satunya adalah keterbatasan gawai dan komputer
jinjing. Di samping itu kuota data atau internet yang mana tidak setiap anak
memiliki kemampuan mengakses tanpa batas. Keterbatasan mengakses ini juga
didukung dengan keadaan ekonomi setiap siswa yang berbeda-beda. Jangankan
membeli kuota, untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari saja terasa sulit
dalam kondisi sekarang ini. Dari sisi kelamahan ini, gurupun dituntut untuk
kreatif dan fleksibel dalam melaksanakan proses Kegiatan Belajar semasa
COVID-19. Bagi siswa yang berdampak dengan perangkat belajar daring ini, guru
bisa memberikan tugas secara manual saja tanpa menggunakan daring. Untuk
pengumpulan tugasnya, bisa dijadwalkan sedemikian rupa oleh guru atau satuan
pendidikan. Yang terpenting adalah siswa harus tetap beraktifitas melakukan
pembelajaran selama di rumah. Kondisi ini sangat ditoleransi karena ini di luar
perkiraan, di luar keadaan, kondisi yang tak bisa dipaksakan. Kembali pada
orang tua dalam mengusahakan namun juga tak bisa dipaksakan karena keadaan
ekonomi setiap orang berbeda.
Pada
akhirnya, belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib
kita lakukan dan kita berikan kepada peserta didik kita dalam mempersiapkan
generasi bangsa yang berwawasan pengetahuan tinggi untuk menggapai masa depan
yang cerah. Oleh karena itu, dalam belajar atau pembelajaran menerapkan metode
yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar
mengajar akan berjalan menyenangkan dan tidak membosankan. Selain metode daring
dengan berbagai aplikasi yang ditawarkan di atas yang relevan dengan kondisi
sekarang, guru juga dapat menerapkan metode pembelajaran efektif, yang mungkin
bisa kita persiapkan seperti Role
Playing, Debat, Jigsaw, NHT, Picture and Picture, dan banyak lagi
yang lainnya. Selamat menikmati era belajar daring. Semoga metode ini tidak
akan hilang setelah corona menghilang dari tanah air beta dan kita semua. Barakallahu li wa barakallahu lakum.
sumber: kanwil kemenag Riau

Tidak ada komentar:
Posting Komentar