Rabu, 13 Mei 2020

METODE MERDEKA BELAJAR DI TENGAH COVID-19


Oleh: Mery Novikawati S.Pd.M.Pd

 Ketika pesta politik pilpres usai dan menghasilkan presiden dan wakil presiden yang sah, tibalah sang pemimpin negeri ini mengumumkan para pembantunya di jajaran menteri. Sebenarnya tidak ada yang terlalu istimewa ketika seorang presiden mengumumkan siapa para menteri yang akan membantunya dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun di Tahun 2019 menjadi sangat istimewa karena banyak menteri-menteri baru yang mengejutkan mulai dari para pakar sampai kepada masyarakat yang tidak pakar. Salah satu menteri yang menjadi pembicaraan adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mas Nadhim Makarim.
Apa pasal beliau menjadi pusat perhatian? Orang mengenal beliau sebagai CEO salah satu Ojek Online yang terkemuka di republik ini. Sehingga menjadi aneh dan ganjil untuk urusan pendidikan dipegang oleh seorang anak muda yang latar belakang pendidikan dan pekerjaannya jauh dari dunia kependidikan. Banyak masyarakat awam sampai yang tidak awam mengeluarkan kalimat “wah besok kita belajarnya online nih” , “PR dan tugas dikirim pake go send nanti”, “kalau mau ke kantin pesan makanan kita pakai go food aja kali ya”, “ujian kita online juga nanti nih, ga perlu ke sekolah”, dan banyak lagi. Ya itulah kalimat-kalimat yang entah merupakan do’a, ejekan, gurauan atau apalah namanya yang ditujukan dengan diangkatnya Mas Nadim menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan slogannya “MERDEKA BELAJAR” yang menggantikan kedudukan seorang profesor pada era sebelumnya.
Ternyata apa yang dipesankan oleh orang-orang tua kita bahwa HATI-HATILAH BERKATA KARENA PERKATAAN ADALAH DOA, menjadi benar adanya. Dengan kalimat-kalimat yang diucapkan oleh banyak orang dan slogan Mas Menteri “MERDEKA BELAJAR”, ternyata mungkin dianggap Tuhan menjadi sebuah doa yang diharapkan. Buktinya, sekarang dengan mewabahnya COVID 19 di bumi Indonesia, aktifitas dan proses dunia pendidikan berada diujung jari tangan (alias bergantung pada keyboard dan jari). Apakah ini sebuah musibah atau berkah bagi dunia pendidikan? [wallahu alam bissawab]


Apa Sisi Berkah bagi Dunia Pendidikan?
Mari kita bahas sisi berkahnya saja. Karena kita tahu pasti tentu lebih banyak sisi negatifnya bagi dunia pendidikan khususnya dan bagi segala aspek kehidupan umumnya. Kondisi COVID 19 ini mendatangkan berkah bagi dunia pendidikan, salah satu berkahnya kita tinjau dari kemampuan pendidik dalam mengenal dan menerapkan metode pembelajaran di kelas. Biasanya banyak para pendidik yang kurang dan bahkan tidak memperhatikan atau boleh dibilang bersikap “emang gue pikirin” dengan perkembangan metode pembelajaran yang berbasis ICT (information and communication technology). Kalau diadakan survey, insya Allah para pendidik tersebut memiliki perangkat technologi yang lumayan lengkap dan bahkan canggih. Hari gini hanya segelintir pendidik yang tidak memiliki laptop atau notebook dan mungkin tak ada pendidik yang tidak memiliki smart phone.
Pada masa sebelum COVID-19 muncul, semua perangkat technologi tersebut tidak terlalu berperan dalam metode pembelajaran. Namun pada saat corona datang, Alhamdulillah perangkat yang tadinya tidak maksimal penggunaannya dalam proses kegiatan belajar mengajar, sejak status siaga, darurat, dan PSBB menjadi sangat berguna dan menjadi penting.
Tidak semua orang terpapar dan tertular oleh virus corona, tapi begitu ada pengumuman seluruh siswa diliburkan, orang se Indonesia raya mendadak auto terdampak pembelajaran daring (dalam jaringan). Mereka adalah siswa, guru, dan orang tua. Serentak secara nasional, pendidik berlomba-lomba menggunakan perangkat teknologinya. Ada yang baru mengetahui bagaimana cara belajar dengan metode daring, ada yang setengah paham menggunakan metode online, dan ada yang sudah mahir dan fasih bagaimana belajar dengan memanfaatkan teknologi canggih dengan menggunakan aplikasi-aplikasi yang tersedia di dunia maya tersebut seperti aplikasi MO365, Google Form, Edmodo, Quizzis, Whatsapp, Youtube, Google Classroom, Zoom Cloud, Webinar, Ruang Guru, Rumah Belajar dan aplikasi lainnya yang bermunculan ketika si Corona tiba. Salah satu aplikasi yang dilahirkan ketika Corona tiba adalah aplikasi yang dirancang oleh Kementerian Agama RI yang diberi nama E-Learning Madrasah. Kalau kita ingin mencermati lebih dalam, aplikasi-aplikasi daring yang ada tersebut sebagian besar menggunakan model pembelajaran Discovery Learning, Inquiry Learning, Project Based Learning, Problem Based Learning, dan model pembelajarannya yang terfokus kepada Student Centre dan Literasi. Dalam hal ini siswa memang dituntut untuk lebih aktif mencari, menggali, mengumpulkan dan akhirnya menganalisis atau bahkan mengevaluasi informasi tentang materi secara mendiri dengan merujuk pada berbagai sumber. Sehingga dengan proses tersebut muncullah pendapat dan keluhan bahwa peserta didik dibebani oleh tugas yang segunung dan tiada henti-hentinya setiap hari. (Wallahu ‘alam)
Lalu bagaimana dengan metode pembelajaran daring yang simsalabim abrakadabra ini diimplementasikan oleh para pendidik atau guru? Bagi yang baru mengetahui dan setengah paham tentunya hal ini adalah menjadi sebuah kendala yang harus  dihadapi dan dijalani. Karena hal ini  adalah kegiatan mendadak yang tidak direncanakan dalam kurikulum. Bagi beberapa guru, yang melek teknologi dan paham dengan berbagai aplikasi-aplikasi daring tersebut tentu saja cepat bereaksi dan memikirkan bagaimana melaksanakan pembelajaran daring yang efektif, yang mencakup pelaksanaan pembelajaran ranah afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), dan psikomotorik (keterampilan) secara terintegrasi sekaligus dari rumah masing-masing. Dalam hal ini, tugas yang seharusnya dilakukan oleh Pendidik atau Guru dalam menyampaikan dan mengembangkan ketiga ranah tersebut menjadi terbatas, maka peran Orang tua sangat diharapkan untuk berperan sebagai Pendidik atau Guru kedua di rumah. Jika selama ini kita mengenal istilah “Guru bisa jadi orangtua di sekolah”, maka Orang tua pun tentu akan bisa menjadi guru kedua di rumah. (Alhamdulillah banyak Orang tua yang menjerit dan mengeluh di media sosial untuk berperan sebagai Guru untuk anak-anaknya di rumah. Kini baru dirasakan alangkah beratnya menjadi seorang pendidik atau guru, yang sudah terbiasa menghadapi anak lebih dari satu) 

Apa Saja Kendala yang Dihadapi dengan Menggunakan Metode Daring Ini?
Mari kita lihat kendala ini dari beberapa sisi, orang tua, pendidik atau guru, peserta didik, dan perangkat. Banyak orang tua yang mengeluh dan curhat kalau tugas anak-anaknya banyak dengan Learn From Home diberlakukan. Sesungguhnya hal ini adalah wajar karena sebagaimana disebutkan di atas bahwa metode daring ini lebih memfokuskan kepada peran aktif peserta didik untuk mengekslor informasi materi pembelajaran. Selain itu masih adanya orang tua yang tidak memahami peran, beban, dan tanggung jawab seorang guru ketika menjadi pengajar dan menjadi pendidik. Bahkan beberapa orang tua mengaggap sekolah sebagai tempat penitipan di mana mereka tak mau tahu pokoknya gurulah yang bertugas mencerdaskan anaknya. Padahal hakikatnya guru adalah jembatan ilmu, namun madrasah utama tetaplah di rumah dengan orang tua masing-masing sebagai gurunya. Alhamdulillah tak semua orang tua seperti itu, ada banyak juga orang tua yang mendukung dan memaklumi jika memang tugas anaknya banyak, bukan karena gurunya kemaruk atau SMS (senang muridnya susah), tapi semata-mata sebagai kegiatan agar anak tetap sibuk di rumah saat wabah melanda negeri tercinta ini.
Dari sisi guru, metode daring tentunya mudah bagi guru yang muda, fresh graduate, dan melek IT. Bagaimana dengan guru yang senior dalam usia? Jangankan untuk mengoperasikan laptop menghidupkan laptop saja masih lupa harus menekan tombol yang mana. Jikalaupun mereka memiliki smart phone, hanya dipakai buat nelpon dan mengirim pesan lewat WA atau SMS dan sesekali bermedsos. Jangankan memakai aplikasi You Tube, metode yang diajarkannya pun masih seratus persen menggunakan metode ceramah dan mencatat. Lalu bagaimana dengan guru yang berada di daerah pelosok yang sulit sinyal? Jangankan sinyal yang sulit didapat, air bersih untuk minumpun sangat sulit untuk dicari. Tak jarang mereka harus memanjat pohon atau berada dilaut lepas untuk mendapatkan sinyal. Karena daring ini adalah daring simsalabim maka segalanya pun harus simsalabim abracadabra. Dan semuanya ini tentu harus dipahami jika guru tampil tak sempurna dalam mengajar secara daring, karena guru-guru masih prematur dalam hal ini. Kita yakin setiap guru pasti mengusahakan yang terbaik sebisa mungkin agar materi tetap tersampaikan walau tidak maksimal seperti jika mengajar di dalam kelas. Karena sesungguhnya Guru dan satuan pendidikan sudah mempunyai perencanaan dan target untuk pembelajaran dalam kelas. Guru juga memiliki harapan anak-anak tetap belajar sesuai jadwal dengan lebih fleksibel namun tetap terarah.
Dari sisi siswa, tentunya mereka akan keberatan jika diberi tugas yang banyak. Wajar, apalagi jika diperuntukkan untuk anak usia SD yang mereka masih suka bermain dengan temannya. Oleh karena itu seorang guru harus pintar memilih bentuk dan metode penuugasan agar siswa tidak jenuh dan merasa terbebani. Penugasan yang diberikan bukan hanya tentang mengerjakan soal-soal dan latihan-latihan saja yang berbentuk kognitif  karena ranah afektif, psikomotorik juga perlu dikembangkan. Adapun contoh penugasan kognitif dan psikomotor yang dapat diberikan dalam kondisi corona di dalam lingkup lingkungan rumah adalah dengan memberi tugas ringan seperti membantu ibu memasak, membuat hand sanitizer dan disinfektan, membersihkan rumah, senam pagi, membuat prakarya, dan bentuk lainnya. Berfikir kreatif dalam memberi penugasan akan mengurangi rasa jenuh siswa semasa Learning From Home. Karena sesungguhnya, jika dalam proses kegiatan belajar di sekolah kebanyakan anak juga merasa lelah jika semua mata pelajaran disajikan monoton tanpa kreatifitas apalagi dalam situasi wabah ini.
Sedangkan dari sisi perangkat yang dimiliki untuk mendukung metode daring ini sudah pasti banyak keterbatasan dan benturan. Salah satunya adalah keterbatasan gawai dan komputer jinjing. Di samping itu kuota data atau internet yang mana tidak setiap anak memiliki kemampuan mengakses tanpa batas. Keterbatasan mengakses ini juga didukung dengan keadaan ekonomi setiap siswa yang berbeda-beda. Jangankan membeli kuota, untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari saja terasa sulit dalam kondisi sekarang ini. Dari sisi kelamahan ini, gurupun dituntut untuk kreatif dan fleksibel dalam melaksanakan proses Kegiatan Belajar semasa COVID-19. Bagi siswa yang berdampak dengan perangkat belajar daring ini, guru bisa memberikan tugas secara manual saja tanpa menggunakan daring. Untuk pengumpulan tugasnya, bisa dijadwalkan sedemikian rupa oleh guru atau satuan pendidikan. Yang terpenting adalah siswa harus tetap beraktifitas melakukan pembelajaran selama di rumah. Kondisi ini sangat ditoleransi karena ini di luar perkiraan, di luar keadaan, kondisi yang tak bisa dipaksakan. Kembali pada orang tua dalam mengusahakan namun juga tak bisa dipaksakan karena keadaan ekonomi setiap orang berbeda.
Pada akhirnya, belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada peserta didik kita dalam mempersiapkan generasi bangsa yang berwawasan pengetahuan tinggi untuk menggapai masa depan yang cerah. Oleh karena itu, dalam belajar atau pembelajaran menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenangkan dan tidak membosankan. Selain metode daring dengan berbagai aplikasi yang ditawarkan di atas yang relevan dengan kondisi sekarang, guru juga dapat menerapkan metode pembelajaran efektif, yang mungkin bisa kita persiapkan seperti Role Playing, Debat, Jigsaw, NHT, Picture and Picture, dan banyak lagi yang lainnya. Selamat menikmati era belajar daring. Semoga metode ini tidak akan hilang setelah corona menghilang dari tanah air beta dan kita semua. Barakallahu li wa barakallahu lakum.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENGAGAS MODEL PEMBELAJARAN FLIPPED CLASSROOM PADA PENDIDIKAN JARAK JAUH (PJJ) KURIKULUM DARURAT MADRASAH DI ERA TATANAN NORMAL BARU

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1  menyatakan bahwa: “Pendidikan jarak jauh...